Powered By Blogger

Minggu, 30 September 2012

Dampak Globalisasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Asia Selatan


Dampak Globalisasi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Asia Selatan
Pasulina Sidabutar*[1]
Abstract
This articel analyzes the impact of globalization on economic growth in countries of South Asia. The impact of globalization on the economy divided by 2, which is the positive and negative impacts.The positive impact is the opening of business opportunities in these countries, and the negative impact is the outer product will be more developed than the countries’  because of  the price or qualityof outer are  more demand than from the inside og the countries. These positive and negative impacts  are felt by all countries in south asia. There is some  feel the negative effects and anotherfeel  the positive effects. It causes several countries of south asia has their economic grown, and the others is still lagging.
Keywords: Globalitation, Economic, Impact, South Asia.

Pendahuluan
            Globalisasi merupakan suatu gejala yang melanda hampir seluruh negara didunia. Dampak globalisasi terjadi di semua bidang kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Tidak dapat dipungkiri kalau globalisasi merupakan salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak globalisasi di bidang ekonomi dapat dibedakan menjadi dampak positif dan negatif. Beberapa dampak positif globalisasi ekonomi diantaranya adalah, meningkatkan produksi global, selain itu globalisasi ekonomi juga dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah. Globalisasi ekonomi juga dapat meluaskan pasar untuk produk dalam luar negri. Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri. Dampak positif globalisasi ekonomi lainnya adalah Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik. Selanjutnya, globalisasi ekonomi akan Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.
Dampak negatif globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah, Menghambat pertumbuhan sektor industri. Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat. Dampak lainnya adalah memperburuk neraca pembayaran. Selanjutnya, Sektor keuangan semakin tidak stabil. Globalisasi ekonomi juga Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dampak-dampak inilah yang terjadi pada perekonomian negara-negara di Asia Selatan. Sebagian negara merasakan dampak positif globalisasi, tetapi sebagiannya merasakan dampak negatif globalisasi. Secara umum negara-negara Asia selatan dapat dikatakan bahwa perekonomiannya meningkat khususnya di Negara India. Adanya kekayaan alam, sumber daya manusia yang semakin meningkat dan alat-alat tegnologi baru  yang diciptakan negara ini membuat negara-negara lain tertarik melakukan kerjasama atau hubungan diplomatik dengan negara ini, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pada negara ini.  
Dampak Globalisasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Asia Selatan
            Kita ketahui bahwa istilah globalisasi tidak terbatas hanya pada meningkatnya alat-alat teknologi yang semakin canggih dan kompleks saja. Tetapi juga dengan adanya perkembangan zaman yang kita rasakan, seperti pada sebuah negara misalnya, yang dulunya terisolasi atau menutup dirinya dari pengaruh negara lain sekarang sudah mulai membuka negaranya pada hal-hal positif yang mendunia. Negara-negara yang dulunya enggan bekerja sama dengan negara lain sekarang sudah mau menjalin persahabatan dengan negara lain, baik itu di bidang ekonomi, politik ataupun sosial budaya, baik itu untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Globalisasi yang seperti inilah yang terjadi pada negara-negara  Asia Selatan dimana sangat memberi dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut.
            Untuk mengetahui bagaimanakah pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Selatan sebagai dampak dari globalisasi, saya akan membahas perekonomian negara-negara Asia Selatan satu per satu.
Bangladesh
Bangladesh masih merupakan negara berkembang, meski telah dilakukan usaha berlanjut untuk meningkatkan prospek ekonomi dan demografi[2].  Pendapatan per kapita pada 2008 tercatat sebesar $520[3], namun, seperti yang dicatat Bank Dunia pada Laporan Negera Juli 2005-nya, negara ini telah membuat kemajuan pesat dalam pengembangan manusia dengan berfokus pada pemberantasan tingkat buta huruf yang berhasil, penyetaraan gender dalam sekolah, dan pengurangan pertumbuhan penduduk.
Yute pernah menjadi mesin ekonomi negara ini. Pangsa pasar ekspor dunianya memuncak pada masa Perang Dunia II dan akhir tahun 1940-an pada 80%[4] dan bahkan di awal 1970-an terhitung sekitar 70% penerimaan ekspornya. Namun, produk polipropilena mulai menggantikan produk yute di seluruh dunia dan industri yute mulai mengalami kemunduran. Selain yute, Bangladesh memproduksi padi, teh, dan sesawi dalam jumlah yang signifikan.
Meski dua pertiga penduduk Bangladesh adalah petani, lebih dari tiga perempat penerimaan ekspor Bangladesh berasal dari industri garmen.[5] Industri ini mulai menarik investor asing pada 1980-an karena upah buruh yang murah dan nilai tukar mata uang asing yang rendah. Pada 2002, nilai ekspor industri garmen tercatat sebesar $5 miliar.[6] Industri ini kini memperkerjakan sekitar 3 juta orang, 90% di antaranya adalah perempuan. Pemasukan mata uang asing juga diperoleh dari penduduk Bangladesh yang tinggal di negara lain.
 Afghanistan
Afghanistan  ialah sebuah negara yang relatif miskin, sangat bergantung pada pertanian dan peternakan. Ekonominya melemah akibat kerusuhan politik dan militer terkini, tambahan kemarau keras dengan kesulitan bangsa antara 1998-2001. Sebagian penduduk mengalami krisis pangan, sandang, papan, dan minimnya perawatan kesehatan. Kondisi ini diperburuk oleh operasi militer dan ketidakpastian politik. Inflasi menyisakan banyak masalah. Menyusul perang koalisi yang dipimpin AS yang menimbulkan jatuhnya Taliban pada November 2001 dan pembentukan Otoritas Interim Afganistan (AIA) yang diakibatkan dari Persetujuan Bonn Desember 2001, usaha Internasional untuk membangun kembali Afganistan ditujukan di Konferensi Donor Tokyo untuk Rekonstruksi Afganistan pada Januari 2002, di mana $4,5 juta dikumpulkan untuk dana perwalian yang akan diatur oleh Bank Dunia. Wilayah prioritas untuk rekonstruksi termasuk konstruksi pendidikan, kesehatan, dan fasilitas kesehatan, peningkatan kapasitas administratif, perkembangan sektor pertanian, dan pembangunan kembali jalan, energi, dan jaringan telekomunikasi.
Bhutan
Meski menjadi salah satu yang terkecil di dunia, ekonomi Bhutan telah berkembang pesat sekitar 8% pada 2005 dan 14% pada 2006. Per Maret 2006, pendapatan per kapita Bhutan adalah US$1.321 yang membuatnya tertinggi di Asia Selatan. Standar hidup Bhutan berkembang dan merupakan salah satu yang terbaik di Asia Selatan.
Ekonomi Bhutan adalah salah satu yang terkecil dan kurang berkembang di dunia, yang berbasis pertanian, kehutanan, dan penjualan PLTA ke India. Pertanian menyediakan mata pencaharian buat lebih dari 80% penduduk. Praktek agraria sebagian besar terdiri atas pertanian subsisten dan peternakan hewan. Kerajinan tangan, khususnya menjahit dan produksi seni keagamaan untuk altar rumah merupakan industri kecil milik rakyat dan sumber sekian pendapatan. Pemandangan yang berbeda dari pegunungan berbukit yang kasar membuat pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya sulit dan mahal. Ini, dan tiadanya akses ke laut, menyebabkan Bhutan tidak pernah bisa dapat untung dari perdagangan yang signifikan dari produknya. Kini Bhutan currently tak memiliki jalur kereta api, meski Indian Railways merencanakan menghubungan Bhutan selatan dengan jaringannya yang luas di bawah persetujuan yang ditandatangani pada Januari 2005.[2] Jalur perdagangan masa lalu antara peguunungan Himalaya, yang menghubungkan India ke Tibet, telah ditutup sejak pengambilalihan militer atas Tibet pada 1959 (meski kegiatan penyelundupan tetap membawa barang-barang RRC ke Bhutan).
Sektor industri amat minim, produksinya termasuk jenis industri rakyat. Sebagian besar proyek pembangunan, seperti konstruksi jalan, brsandar pada buruh kontrak India. Produk pertanian antara lain beras, lombok, produk dari dairy (yak), soba, gerst, panenan akar, apel, dan pohon jeruk di ketinggian rendah. Industri lain seperti semen, produksi kayu, buah-buahan yang diproses, MiRas, dan kalsium karbida.
Mata uang Bhutan, ngultrum, ditautkan ke Rupee India. Rupee juga diterima sebagai penawaran resmi di negeri itu. Pendapatan lebih dari Nu 100,000 per tahun dikenakan pajak, namun penerima upah dan gaji yang amat sedikit memenuhi syarat. Tingkat inflasi Bhutan diperkirakan sekitar 3% pada 2003. Bhutan memiliki Produk Domestik Bruto sekitar USD 2.913 miliar (diatur ke keseimbangan daya beli), menjadikan ekonominya terbesar ke-162 di dunia. Pendapatan per kapita sekitar US$1.400 (€1.170), urutan ke-124. Jumlah penerimaan pemerintah €122 miliar (US$146 miliar), meski jumlah ekspenditur €127 miliar (US$152 miliar). Namun, 60%Templat:Inote ekspeditur anggaran belanja, dibiayai oleh Kementerian Luar Negeri India.[3] Ekspor Bhutan, khususnya listrik, kapulaga, gips, kayu, kerajinan tangan, semen, buah, batu mulia dan rempah-rempah, total €128 miliar (US$154 miliar) (perkiraan tahun 2000). Namun, impor berjumlah sekitar €164 miliar (US$196 miliar), menimbulkan defisit perdagangan. Barang utama yang diimpor termasuk bahan bakar dan minyak pelumas, gabah, mesin, kendaraan, pabrik, dan nasi. Mitra ekspor utama Bhutan adalah India, terhitung sekitar 87,9% barang ekspornya. Bangladesh (4,6%) dan Philipina (2%) ialah mitra ekspor terpentingnya setelah India. Karena perbatasannya dengan Tibet ditutup, perdagangan antara Bhutan dan RRC hampir tiada. Mitra impor Bhutan adalah India (71,3%), Jepang (7,8%) dan Austria (3%).
Dalam menanggapai tudingan pada 1987 oleh seorang wartawan dari Financial Times (Britania Raya) bahwa perkembangan di Bhutan lambat, sang Raja berkata bahwa "Kebahagiaan Nasional Bruto lebih penting daripada Produk Domestik Bruto." [4] Pernyataan ini memberi pertanda penemuan terkini oleh para psikolog ekonomi Barat, termasuk penerima Nobel 2002 Daniel Kahneman, yang mempertanyakan hubungan antara tingkat pendapatan dan kebahagiaan. Itu menandai komitmennya untuk membangun ekonomi yang cocok buat budaya Bhutan yang unik, berdasarkan pada nilai-nilai spiritual agama Buddha, dan telah berlaku sebagai visi persatuan untuk ekonomi. Di samping itu, nampaknya kebijakan itu mendapat hasil yang diharapkan seperti dalam survei terkini yang diatur oleh Universitas Leicester [1] di Britania Raya, Bhutan diurutkan sebagai tempat paling bahagia ke-8 di bumi [2].
India
India memiliki ekonomi yang berada dalam urutan ke-10 dalam konversi mata uang dan ke-4 terbesar dalam PPP. Dia memiliki rekor ekonomi dengan pertumbuhan tercepat sekitar 8% pada 2003. Dikarenakan populasinya yang besar, namun pendapatan per kapita India berdasarkan PPP hanya AS$3.262, berada di urutan ke-125 oleh Bank Dunia. Cadangan pertukaran asing India sekitar AS$143 miliar. Mumbai merupakan ibu kota finansial negara ini dan juga merupakan rumah dari Reserve Bank of India dan Bursa Efek Mumbai. Meskipun seperempat dari penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan, jumlah kelas menengah yang besar telah muncul karena cepatnya pertumbuhan dalam industri teknologi informasi.
Ekonomi India dulunya banyak tergantung dari pertanian, namun sekarang ini hanya menyumbang kurang dari 25% dari PDB. Industri penting lainnya termasuk pertambangan, petroleum, pengasahan berlian, film, tekstil, teknologi informasi, dan kerajinan tangan. Kebanyakan daerah industri India berpusat di kota-kota utamanya. Tahun-tahun belakangan ini, India telah muncul sebagai salah satu pemain terbesar dalam perangkat lunak dan business process outsourcing, dengan pendapatan sekitar AS$17,2 miliar pada 2004-2005. Dan ada juga banyak industri skala kecil yang meyediakan lapangan kerja yang stabil bagi penduduk di kota kecil dan pedesaan.
Meskipun India hanya menerima sekitar tiga juta pengunjung asing setiap tahun, pariwisata tetap penting tapi masih sumber pendapatan nasional yang belum berkembang. Pariwisata menyumbangkan 5,3 persen dari PDB India. Partner perdagangan utama India termasuk Amerika Serikat, Jepang, Republik Rakyat Cina dan Uni Emirat Arab.
Ekspor utama India termasuk produk pertanian, tekstil, batu berharga dan perhiasan, jasa perangkat lunak dan teknologi, hasil teknik, kimia, dan hasil kulit sedangkan komoditas impornya adalah minyak mentah, mesin, batu berharga, pupuk, kimia. Pada tahun 2004, total ekspor India berjumlah AS$69,18 miliar sedangkan impor sekitar AS$89,33 miliar.
Maladewa
Selain sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian Maladewa, kegiatan ekspor ikan tuna juga menjadi salah satu pendapatan penting negara ini.[7] Sebanyak 90% dari total produk perikanan yang diekspor oleh Maladewa merupakan produk tuna segar, tuna kering, tuna beku, tuna yang diasinkan, dan tuna kaleng.7
Kondisi tanah Maladewa yang kurang subur menyebabkan hasil tanam di negara ini sangat terbatas, hanya beberapa tanaman seperti kelapa, pisang, sukun, pepaya, mangga, talas, ubi, dan bawang yang dapat tumbuh di area negara ini.7 Hal ini juga menyebabkan sebagian besar makanan harus diimpor dari luar negeri.7
Industri di negara ini terdiri dari pembuatan kapal, kerajinan tangan, pengalengan tuna, serta produksi pipa PVC, sabun, mebel, dan produk makanan.7 Beberapa negara yang berhubungan baik dalam perekonomian Maladewa adalah Jepang, Sri Lanka, Thailand, dan Amerika Serikat.


 Srilanka
Sri Lanka mengandalkan perekonomiannya pada ekspor pertanian. Pada tahun 1987 sektor ini memberikan sumbangan sebesar 24,2 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor pertanian ini menyerap hampir separuh jumlah tenaga kerja yang ada di seluruh negara. Sektor lain yang menyumbang PDB adalah perdagangan, industri, transportasi dan komunikasi, dan konstruksi. Di bidang pertanian, negara ini dikenal sebagai negara pengekspor teh terbesar kedua di dunia. Selain itu, negara ini juga di kenal sebagai negara pengekspor karet, kelapa dan serat. Produksi karetnya mencapai 36 persen produksi karet dunia. Sedangkan untuk kelapa, negara ini menyumbangkan sekitar 71 persen produksi karet dunia. Industri utamanya ialah grafit. Sebagian besar produksi ini di ekspor ke Jepang. Selain itu, saat ini negara ini sedang mengembangkan industri semen, tekstil, keramik dan kulit.
Pakistan
Strategis terletak di Asia Selatan, Pakistan di persimpangan antara Timur dan Asia Barat. Pakistan adalah negara yang berkembang pesat yang telah menghadapi sejumlah tantangan di kedua front politik dan ekonomi.
Baru-baru ini, luas reformasi ekonomi telah menghasilkan prospek ekonomi kuat dan pertumbuhan yang dipercepat terutama di manufaktur dan sektor jasa keuangan.
Lingkungan ekonomi makro Pakistan dipengaruhi oleh intensifikasi perang melawan teror dan pendalaman krisis keuangan global yang menembus ke dalam perekonomian dalam negeri melalui rute penurunan substansial dalam ekspor Pakistan dan pelambatan terlihat pada arus masuk asing langsung.
Meskipun kontraksi dalam penerimaan ekspor lebih dari dikompensasi oleh kompresi impor besar berasal dari kecelakaan global harga minyak mentah, kerentanan sektor eksternal membutuhkan tinjauan. Prospek pertumbuhan ekonomi masih pesimis karena permintaan impor keriput, setoran pajak menurun, dan arus masuk investasi asing dan privatisasi dibasahi.
Ekspor mulai panas menghadapi krisis keuangan global sejak Januari 2009 dan kontraksi permintaan global telah memperburuk kontraksi ekspor. Ekspor menyaksikan fraksional pertumbuhan negatif 0,1 persen - turun dari $ 13432000000 tahun lalu menjadi $ 13414000000 pada bulan Juli-Maret 2008-09. Namun, ekspor turun 25,9 persen pada Maret 2009 dibandingkan Maret 2008 yang benar-benar mengkhawatirkan hal untuk Ekonomi.
Pakistan industri TI. Teknologi Informasi (TI) dan IT-enabled jasa (ITES) pasar menawarkan kesempatan yang menguntungkan bagi negara berkembang untuk bergabung dengan barisan negara maju. Skala dan laju pertumbuhan di sektor ini lebih cepat dari sektor industri lainnya, dan sejumlah negara berkembang sedang berusaha untuk meniru keberhasilan dinikmati oleh negara-negara seperti Cina, Thailand dan India. Industri tekstil yang tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekspor sekali lagi digambarkan kinerja lamban dan terdaftar pertumbuhan negatif sebesar 7,6%.
Investasi langsung asing (FDI) mencapai $ 3042100000 selama bulan Juli-Maret 2008-09 sebagai terhadap $ 3305900000 pada periode dibandingkan tahun lalu, sehingga, menggambarkan penurunan sebesar 8,0 persen. Kelompok komunikasi mempelopori arus masuk FDI dengan saham 26,5% FDI secara keseluruhan dan diikuti oleh bisnis keuangan (22,1%) dan eksplorasi minyak dan gas (18,3%).
Perjanjian Perdagangan Bebass (FTA) dari Pakistan: Cina Pakistan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA), ASEAN Pakistan Kawasan Perdagangan Bebas (FTA),  Bangladesh, Sri Lanka
Dagang pengembangan Otoritas Pakistan (Tdap) adalah organisasi penerus promosi ekspor Biro (EPB) yang merupakan agen utama pemerintah Pakistan terlibat dalam promosi dan meningkatkan ekspor negara itu.
Pakistan Telekomunikasi Perseroan Terbatas (PTCL) bangga menjadi yang paling handal dan terbesar Pakistan konvergensi layanan operator menyediakan semua layanan telekomunikasi dari telepon suara dasar untuk data, internet, video-conferencing dan layanan carrier untuk konsumen dan bisnis di seluruh negeri.
Automobile Sektor Pakistan telah memainkan peran penting dalam perekonomian nasional secara keseluruhan. Sektor ini merupakan salah satu kontributor utama sektor manufaktur di negara ini dan mendaftarkan pertumbuhan lebih dari 30% per tahun. Kebijakan mantap Pemerintah ini ditingkatkan per ketersediaan modal pendapatan pilihan pembiayaan mobil.
Peningkatan bentuk dan gaya dari mobil diproduksi secara lokal dan up-gradasi dalam standar hidup massa adalah faktor utama di balik pertumbuhan yang mengesankan di sektor ini. Saat ini ada 32 unit manufaktur mobil di Tanah Air dengan investasi modal sebesar US $ 1,5 miliar (Majelis & Auto Parts) dan mempekerjakan 5.600 tenaga kerja. Auto bagian industri vendor yang terdiri dari 2.000 unit di sektor terorganisir dan tidak terorganisir dan mempekerjakan lebih dari 140.000 tenaga kerja. Hinopak Motors Limited merakit, memproduksi dan memasarkan terkenal di dunia Hino truk diesel dan bus di Pakistan. Dengan lebih dari 39.000 kendaraan di jalan, Hinopak telah memperoleh pangsa pasar 65% sehingga produsen terbesar di truk menengah dan tugas berat dan industri bus di Pakistan.
Sepatu Chawla adalah salah satu perusahaan yang paling berkualitas Pakistan alas kaki sadar dan progresif. Berkantor pusat di Lahore, ia mempertahankan kombinasi denda kenyamanan, gaya dan pengerjaan dan memulai pada rencana pertumbuhan yang cukup untuk masa depan.
Hubungan Ekonomi Internasional. Pakistan adalah anggota: Kerjasama Ekonomi Organisasi (ECO), Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama Regional (SAARC), Asia Kliring Uni (ACU), Organisasi Konferensi Islam, Boao Forum Untuk Asia (BFA), Dialog Ekonomi Asia-Eropa (ASEM), Asia - Timur Tengah Dialog (AMED), Dialog Kerjasama Asia (ACD), Bank Pembangunan Islam, Bank Pembangunan Asia (ADB), Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Colombo Plan, Organisasi Perdagangan Dunia, Organisasi Kerjasama Shanghai (Pengamat) .
Nepal
            Nepal merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Hmpir seperempat penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan. Perekonomian nepal mengandalkan pertanian. Tiga perempat penduduk mendapatkan nafkah dari pertanian dan sepertiga produk domestik bruto berasal dari pertanian. Kegiatan industri terutama berkaitan dengan pemrosesan produk-produk pertanian, seperti kacang-kacangan, yute, tebu, tembakau dan biji-bijian.
            Selama resesi global pada tahun 2009, pengiriman uang dari pekerja migran di luar negri, meningkat 47% hingga $2,8 Miliyar sedangkan kunjungan wisatawan menurun 1% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2009, PDB Nepal diperkirakan sebesar US$33,25  miliar atau US% 1.200 per kapita. Sementara angka inflasi mencapai 13,2%.
            Ekspor Nepal pada 2008 diperkirakanUS$907 juta. Angka ini belum termasuk perdagangan tak tercatat di perbatasan India. Barang ekspor meliputi perdagangan karpet, pakaian, barang-barang dari kulit, barang-barang dari yute dan biji-bijian.
            Sementara nilai impor sebesar US$3.626 miliar. Barang-barang yang di impor Nepal antara lain emas,  mesin dan peralatan, produk minyak dan pupuk. Mitra dagang Nepal antara lain, Amerika Serikat, Jerman, Cina dan Indonesia.


Simpulan
            Tulisan ini telah membahas tentang pengaruh globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Selatan yang di bahas secara terperinci satu per satu. Dimana globalisasi memberikan dampak positif dan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Beberapa negara Asia Selatan bisa tergolong kedalam ekonomi yang maju seiring dengan adanya Globalisasi, baik itu dikarenakan adanya kerjasama dengan negara lain, kemajuan teknologi maupun dikarenakan ilmu pengetahuan yang semakin tinggi. Negara di Asia Selatan yang ekonominya maju adalah India. Dimana merupakan peringkat ke sepuluh perekonomian termaju di dunia. Ini disebabkan perkembangan tegnoligi yang dihasilkan india dan ekspor bahan baku. Negara-negara lain Asia Selatan yang lainnya juga sudah mulai berkembang perekonomiannya didorong oleh globalisasi yang membawa negara-negara ini ikut andil dalam hubungan-hubungan diplomatik dengan negara lain yang pastinya menguntungkan negara tersebut. Jadi, secara garis besar, ekonomi negara-negara Asia Selatan dapat dikatakan berkembang seiring dengan berjalannya era globalisasi, atau dapat dikatakan bahwa globalisasi memberikan dampak yang sangat baik terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Selatan.
           





Daftar  Pustaka




*Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Riau
[3] Jute". Banglapedia. Asiatic Society of Bangladesh. Diakses pada 2012-08-05
[4] Roland, B, "Bangladesh Garments Aim to Compete ", (BBC), 2 Agustus 2005.
[5] Rahman, S (2004). "Global Shift: Bangladesh Garment Industry in Perspective". Asian Affairs 26 (1).
[6] Begum, N (2001). "Enforcement of Safety Regulations in Garment sector in Bangladesh". Proc. Growth of Garment Industry in Bangladesh: Economic and Social dimension. hlm. 208–226.