Pengaruh Hinduisme terhadap Negara
Pendahuluan
Fungsi pokok
negara dalam perspektif Hindu adalah untuk melindungi seluruh warga negara
terutama untuk mencegah kesewenang-wenangan dari kelompok yang kuat terhadap
kelompok yang lemah. Negara diperlukan untuk mencegah terjadinya hukum rimba,
dimana kelompok yang kuat menindas kelompok yang lemah. Negara harus mampu
memberikan perlindungan atas seluruh kehidupan sosial (ekonomi, politik, budaya
dll) warga negaranya, terlepas dari latar belakang masyarakat yang ikut
bergabung ke dalam negara tersebut.
Konsep Kekuasaan
Pemimpin adalah pelaksana
fungsi kepemimpinan. Pemimpinlah yang menentukan keberhasilan suatu
kepemimpinan. Untuk menyukseskan jalannya suatu kepemimpinan orang yang menjadi
pemimpin haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam kitab-kitab Niti sastra
diuraikan beberapa syarat pemimpin yang ideal. Dalam ajaran agama Hindu yang
khususnya adalah ajaran niti sastra memberikan beberapa syarat-syarat menjadi
pemimpin, yang salah satunya adalah Tri Upaya Sandhi. Tri Upaya Sandhi
merupakan tiga upaya untuk menghubungkan dirinya dengan rakyat, yang mempunyai
bagian-bagian sebagai berikut:[1]
·
Rupa: Artinya, untuk mendekati masyarakat
pertama-tama keadaan merekalah yang harus dipahami terlebih dahulu yakni dengan
jalan melihat keadaan diri dari masyarakat, itulah yang akan memberikan
gambaran umum tentang keadaan rakyat.
·
Wangsa: (sansekerta) artinya adalah stratifikasi
sosial atau lapisan masyarakat. Maksudnya adalah agar pemimpin itu mendekati
masyarakat berdasarkan lapisan sosial yang ada. Untuk mensukseskan suatu
pendekatan maka pertama-tama dekatilah terlebih dahulu lapisan yang paling
dominan dalam masyarakat tersebut.
·
Guna: (sansekerta; Gunaka) artinya adalah sifat,
tabiat, kecakapan, keunggulan, manfaat. Kata “Gunaka” berarti kualitas. seorang
pemimpin dalam melakukan pendekatan pada masyarakat dengan melihat tingkat
pengetahuan dan jenis-jenis ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat yang
dipimpin.
Pendekatan dengan sistem itu
amat penting agar potensi yang dipendam dalam masyarakat dapat digunakan untuk
kepentingan masyarakat itu sendiri.
Konsep
kekuasaan kerajaan bercorak Hindu. Pada awal berdirinya kerajaan hindu di
Indonesia kerajaan hindu tersebut mengangkat seorang raja sebagai seorang
pemimpin tertinggi dengan gelar yang dianggap sebagai penjelmaan dewa tertinggi
yang memegang peranan sebagai pimpinan pada suatu pemerintahan untuk mencapai
kejayaan pada kerajaan tersebut. Ada beberapa macam bentuk pemerintahan kerajaan
hindu antara lain:[2]
1.
Raja
Raja
dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia yang memegang otoritas politik
tertinggi dan menduduki puncak hirarki kerajaan. Hal tersebut dapat terlihat
pada prasasti Tahanaru (1323M) disebutkan bahwa bahwa kerajaan Majapahit
dilambangkan sebagai prasada dengan raja sebagai Wisnuawatara. Selain itu,
dalam prasati Jayapatra (jayasong) dari Bendosari yang berasal dari zaman Raja
Hayam Wuruk, di dalam prasati ini raja diumpamakan sebagai patung siwa. Raja
juga memiliki kedudukan dalam kelompok yang disebut Battara Sapta Prabu atau
semacam Dewan Pertimbangan Agung.
2.
Yuwaraja
atau Kumamararaja
Jabatan
ini biasanya diduduki oleh putra atau putri mahkota. Berdasarkan berbagai prasasti
bahkan dalam kitab Negarakertagama diketahui bahwa sebagai seorang putera
mahkota atau raja muda, biasanya ia telah diserahi atau dinobatkan sebagai raja
daerah. Tribuanatunggadewi Jayawisnuwardana pernah mengeluarkan prasati tentang
penobatan Hayam Wuruk sebagai raja di daerah Jiwana.
3.
Rakryan
Mahamantri Katrini
Jabatan
tersebut telah ada pada zaman Mataram hindu, yakni pada masa Rakai Kayuwangi, dan
tetap ada sampai masa kerajaan Majapahit, pejabat-pejabat ini ada 3 orang
yakni:
Rakryan
Mahamantri i Hino
Rakryan
Mahamantri i Halu
Rakryan
Mahamantri i Sirikan
Ketiga
pejabat ini memiliki kedudukan penting setelah raja, dan mereka inilah yang
menerima perintah langsung dari raja, tetapi ketiga pejabat ini bukanlah
pelaksana dari apa yang diperintahkan raja sebab perintah tersebut akan
diteruskan pada pejabat-pejabat lain lain yang ada dibawahnya. Diantara ketiga
pejabat tersebut Rakryan Mahamantri i Hino yang terpenting dan tertinggi, ia
memiliki hubungan yang paling tepat dengan raja sehingga berhak untuk
mengeluarkan prasasti-prasasti. Oleh karena itu para ahli menduga bahwa jabatan
itu kebanyakan dipegang oleh putra mahkota.
4.
Rakryan
Mahamantri ri Pakirankiran
Jabatan
ini berupa kelompok pejabat tinggi yang berfungsi semacam Dewan Mentri atau
sebagai Badan Pelaksana Pemerintahan. Biasanya terdiri atas 5 orang (para tanda
rakryan) yakni:
Rakryan
Mahapatih / Patih Hamangkubhumi
Rakryan
Tumenggung ( panglima kerajaan)
Rakryan Demung (
pengatur rumah tangga kerajaan)
Rakryan Rangga (
pembantu panglima)
Rakryan
Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas protokoler)
5.
Dharmmadhyaksa
Dharmmadhyaksa
adalah pejabat tinggi yang bertugas dalam yuridiksi keagamaan, antara lain:
Dharmmadhyaksa
ring Kasaiman, untuk urusan agama Siwa
Dharmmadhyaksa
ring kasogatan, untuk urusan agama Budha.
Di
dunia Timur tepatnya di India, dalam arthasastra yang ditulis kira-kira 321-300
SM oleh Kautilya, Perdana Menteri kerajaan Chandragupta Maurya telah
mengemukakan pemikirannya tentang negara. Dalam bukunya itu, ia membentangkan
teori tentang “ikan besar memakan ikan kecil” (fish law).[3] Menurut penulis, teori yang dikemukakan Kautilya ini dapat
mewakili pemikiran Hindu tentang negara. Berdasarkan teori yang dikemukakan
Kautilya, dapat dipahami bahwa alasan adanya negara adalah untuk melindungi
kelompok yang lemah dari ancaman kelompok yang lebih kuat. Negara diperlukan
untuk mencegah terjadinya hukum rimba, dimana kelompok yang kuat menindas
kelompok yang lemah. Dalam konteks ini pemikiran Hindu tentang negara bersifat
“struktur-fungsional”. Artinya, eksistensi negara harus mampu memberikan
perlindungan atas seluruh kehidupan sosial (ekonomi, politik, budaya dll) warga
negaranya, terlepas dari latar belakang masyarakat yang ikut bergabung ke dalam
negara tersebut. Berdasarkan teori Kautilya, dapat diartikan pula tanpa
eksistensi negara dalam bentuk kongkritnya pemerintah akan menimbulkan
kekacauan atau anarki akibat tiadanya otoritas yang bertindak sebagai penengah
bila terjadi pertentangan antar kelompok dalam masyarakat. Pendek kata, dalam
pandangan Hindu, keberadaan negara merupakan syarat penting bagi kelangsungan
hidup bermasyarakat.
Sebagaimana
diuraikan diatas, fungsi pokok negara dalam perspektif Hindu adalah untuk
melindungi seluruh warga negara terutama untuk mencegah kesewenang-wenangan
dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Hindu kurang sependapat dengan
pandangan liberalisme-kapitalis yang membatasi peran negara yang mengakibatkan
negara tidak berkutik untuk melindungi warga negaranya yang lemah. Kekuasaan
negara yang berlebihan tentu saja harus dibatasi untuk menghidari otoriterisme
dan praktek korupsi. Namun bukan berarti negara dikrangkeng hingga tak berdaya
untuk melindungi rakyatnya sendiri. Dalam kehidupan nyata, kuat lemahnya fungsi
negara ini bersifat dinamis karena dipengaruhi oleh berbagai interaksi kekuatan
domestik maupun internasional.[4]
Simpulan
Pemimpin
adalah pelaksana fungsi kepemimpinan. Pemimpinlah yang menentukan keberhasilan
suatu kepemimpinan. Konsep kekuasaan kerajaan bercorak Hindu adalah, kerajaan
hindu tersebut mengangkat seorang raja sebagai seorang pemimpin tertinggi
dengan gelar yang dianggap sebagai penjelmaan dewa tertinggi yang memegang
peranan sebagai pimpinan pada suatu pemerintahan untuk mencapai kejayaan pada
kerajaan tersebut.
Berdasarkan
teori yang dikemukakan Kautilya, dapat dipahami bahwa alasan adanya negara
adalah untuk melindungi kelompok yang lemah dari ancaman kelompok yang lebih
kuat. Negara diperlukan untuk mencegah terjadinya hukum rimba, dimana kelompok
yang kuat menindas kelompok yang lemah. Dalam konteks ini pemikiran Hindu
tentang negara bersifat “struktur-fungsional”. Artinya, eksistensi negara harus
mampu memberikan perlindungan atas seluruh kehidupan sosial (ekonomi, politik,
budaya dll) warga negaranya, terlepas dari latar belakang masyarakat yang ikut
bergabung ke dalam negara tersebut. Berdasarkan teori Kautilya, dapat
diartikan pula tanpa eksistensi negara dalam bentuk kongkritnya pemerintah akan
menimbulkan kekacauan atau anarki akibat tiadanya otoritas yang bertindak
sebagai penengah bila terjadi pertentangan antar kelompok dalam masyarakat.
Pendek kata, dalam pandangan Hindu, keberadaan negara merupakan syarat penting
bagi kelangsungan hidup bermasyarakat.
Daftar
Pustaka
Ngurah, Gusti, “Syarat-syarat Kepemimpinan dalam Ajaran Agama Hindu (Tri Upaya Sandhi) ”, dalam http://rah-toem.blogspot.com/2011/10/syarat-syarat-kepemimpinan-dalam-ajaran.html. Diakses pada 18 November, pukul 18.30 WIB.
Suliastwina, “Perbedaan Konsep kerajaan hindu-budha dan islam”, dalam http://sevenwarrior.Blogspot.com/2009/11/perbedaan-konsep-kerajaan-hindu-budha.html. Diakses pada 18 November 2012, pukul 18.00 WIB.
Apriyanti, Devi, “Konsep Kekuasaan dalam Pengaruh Hinduisme terhadap Negara”, dalam http://deviapriyanti158.blogspot.com/2012/03/konsep-kekuasaan-dalam-pengaruh.html.
Diakses pada 18 November 2012, pukul 18.30 WIB.
[1] Gusti Ngurah, “Syarat-syarat Kepemimpinan dalam Ajaran Agama Hindu (Tri Upaya Sandhi) ”, dalam http://rah-toem.blogspot.com/2011/10/syarat-syarat-kepemimpinan-dalam-ajaran.html. Diakses pada 18 November, pukul 18.30 WIB.
[2] Suliastwina, “Perbedaan Konsep kerajaan hindu-budha dan islam”, dalam http://sevenwarrior.Blogspot. com/2009/11/perbedaan-konsep-kerajaan-hindu-budha.html. Diakses pada 18 November 2012, pukul 18.00 WIB.
[3] Devi
Apriyanti, “Konsep Kekuasaan dalam
Pengaruh Hinduisme terhadap Negara”, dalam http://devi
apriyanti158.blogspot.com/2012/03/konsep-kekuasaan-dalam-pengaruh.html. Diakses
pada 18 November 2012, pukul 18.30 WIB.
Karya tulisnya bagus, apalagi jujur dengan melengkapi daftar pustaka. Maju terus blogger indonesia..
BalasHapus